Selasa, 23 Maret 2010

Iklim Organisasi

ANALISIS IKLIM ORGANISASI, MOTIVASI BERPRESTASI

DAN KEPUASAN KERJA

I Ketut Bagiastra

Abstract: School organization climate is a reflection of common values, norms, rules, attitudes, and teachers’ concepts towards school organization. Organization climate needs to be more seriously handled by the head master because it influences teachers’ and clerks’ attitudes. Teachers have great moral responsibilities on the students’ success. Therefore, teachers are hoped to work harder by giving quality services to the users of the school (stakeholder). A one-factor support the teachers to work as good as possible are on working satisfaction. Teachers’ working satisfaction will be implemented through organization climate in which it is concerned on teachers’ prosperity, open-minded, and motivation achievement. Achievement motivation indicates to inner drive and effort of the teachers to act as good as possible to reach their wants or goals. Here, motivation itself is oriented on the process and it deals with the doer, goal, and the act of repay of service of the teachers’ performances. Teachers’ working satisfaction much depend on the payment they’ve got, working condition, reward, support from their colleagues, and successful in finishing their.

Key words: Organization climate, Achievement motivation, Working satisfaction.

I. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Mengajar adalah perilaku yang universal, artinya semua orang dapat melakukannya. Namun tidak semua orang memahami bagaimana mengajar yang efektif, bagaimana mengajar dapat menuangkan lebih banyak ilmu pengetahuan dan ketrampilan kepada para siswa. Namun setiap orang menyadari bahwa mengajar dapat juga menimbulkan kekecewaan-kekecewaan. Kepuasan dalam menjalankan tugas merupakan aspek penting bagi kinerja atau produktivitas seseorang, ini disebabkan sebagian besar waktu guru digunakan untuk bekerja. Di lingkungan sekolah, guru mengemban tugas sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar, guru memberikan pengetahuan (kognitif), sikap dan nilai (afektif), dan keterampilan (psikomotorik). Guru memiliki tugas dan tanggung jawab moral yang besar terhadap keberhasilan siswa, namun demikian guru bukanlah satu-satunya faktor penunjang keberhasilan siswa. Faktor lain yang tidak kalah penting adalah faktor perangkat kurikulum, faktor siswa sendiri, faktor dukungan masyarakat, dan faktor orang tua, sementara sebagai pendidik, guru harus mendidik para siswanya untuk menjadi manusia dewasa. Hal ini sesuai dengan pendapat Sardiman ( 2006: 38) bahwa, dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa secara garis besar dapat dibagi dalam klasifikasi faktor intern ( dari dalam) diri si subjek belajar dan faktor ekstern (dari luar) diri si subjek belajar.

Guru dituntut untuk bekerja dengan memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada pemakai sekolah (steak holder) seperti siswa, orang tua, dan masyarakat. Salah satu faktor yang menunjang guru untuk bekerja dengan sebaik-baiknya yaitu kepusan kerja. Artinya jika guru puas trheadap perlakuan organisasi (sekolah) maka mereka akan bekerja penuh semangat dan bertanggung jawab.

Kepuasan bekerja (job satisfaction) guru merupakan sasaran penting dalam manajemen sumber daya manusia, karena secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi produktivitas kerja. Suatu gejala yang dapat membuat rusaknya kondisi organisasi sekolah adalah rendahnya kepuasan kerja guru dimana timbul gejala seperti kemangkiran, malas bekerja, banyaknya keluhan guru, rendahnya prestasi kerja, rendahnya kualitas pengajaran, indisipliner guru, dan gejala-gejala negatif lainnya. Sebaliknya kepuasan yang tinggi diinginkan oleh kepala sekolah karena dapat dikaitkan dengan hasil positif yang mereka harapkan. Kepuasan kerja yang tinggi menandakan bahwa sebuah organisasi sekolah telah dikelola dengan baik dengan manajemen yang efektif. Kepuasan kerja yang tinggi menunjukkan kesesuaian antara harapan guru dengan imbalan yang disediakan oleh organisasi.

Mengingat kepuas dan kerja bagi guru merupakan hal yang sangat penting, karena menyangkut masalah hasil kerja guru yang merupakan salah satu langkah dalam meningkatkan mutu pelayanan kepada siswa. Ada beberapa alasan mengapa kepuasan kerja guru dalam tugasnya sebagai pendidik perlu untuk dikaji lebih lanjut antara lain:

Pertama: Guru memegang peranan yang begitu besar di dalam sebuah lembaga pendidikan. Tugas mereka bukan hanya sekedar memberikan pelajaran seperti yang diamanatkan kurikulum yang sedang berlaku, malah meliputi seluruh aspek kehidupan yang lain mungkin tidak tercantum dalam mata pelajaran secara nyata, tetapi meliputi materi pelajaran yang terkandung dalam kurikulum yang tersembunyi dalam sistem pendidikan nasional. Pendidikan bukan sekedar sebagai media dalam menyampaikan kebudayaan dari generasi ke generasi, melainkan suatu proses yang diharapkan dapat mengubah dan mengembangkan kehidupan berbangsa yang baik. Semakin akurat guru melaksanakan fungsinya, semakin terjamin, tercipta, dan terbinanya kesiapan dan keadaan sebagai manusia pembangunan.

Kedua: Adanya fenomena mengenai penurunan kinerja guru, hal ini dapat terlihat dari guru yang mangkir dari tugas, guru yang mengajar saja tapi fungsi mendidiknya berkurang.

Ketiga: Peningkatan mutu pendidikan secara formal aspek guru mempunyai peranan penting dalam mewujudkannya, disamping aspek lainnya seperti sarana/prasarana, kurikulum, siswa, manajemen, dana pengadaan buku. Guru merupakan kunci keberhasilan pendidikan, sebab inti dari kegiatan pendidikan adalah pembelajaran yang memerlukan peran dari guru di dalamnya.

Berdasarkan hasil studi di negara-negara berkembang, guru memberikan sumbangan dalam prestasi belajar siswa (36%), selanjutnya manajemen (23%), waktu belajar (22%), dan sarana fisik (19%). Aspek yang terkait dengan guru adalah menyakut citra/mutu guru dan kesejahteraan. (Sidik, majalah komunikasi. Nomor 25/tahun VIII/2000). Tilaar (1999: 98) menyatakan peningkatan kualitas pendidikan tergantung banyak hal, terutama mutu guru. Dengan demikian jelaslah bahwa keberhasilan pendidikan yang terutama adalah faktor guru sebagai tenaga pendidik yang profesional. Kepuasan kerja guru itu bisa dilaksanakan dengan beberapa cara diantaranya adalah organisasi dapat membuat iklim organisasi yang berpihak pada kesejateraan guru, terbuka dan menekankan pada prestasi, bisa pula kepuasan ditingkatkan menggunakan faktor motivasi terutama motivasi berprestasi guru. Sardiman (2006: 85) menjelaskan bahwa, motivasi memiliki tiga fungsi antara lain: (1). Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan oleh guru. (2). Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat mnemberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan guru sesuai dengan rumusan tujuan. (3). Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

Keempat: Otonomi daerah yang menumbuhkan kesadaran pentingnya pembangunan kualitas SDM di masyarakat adalah menjadi tugas Pemkab/Pemkot dan Depdiknas. Depdiknas berupaya menghasilkan SDM unggul yang dapat menjawab tantangan pembangunan, dan kualitas SDM akan dirasakan bagi keberlangsungannya pembangunan daerah. Keberhasilan otonomi daerah mempersyaratkan tersedianya SDM unggul untuk menggali dan mengembangkan potensi daerahnya. Kesempatan ini oleh pihak Pemkab/ Pemkot dapat digunakan untuk mengupayakan kepuasan kerja guru, karena dapat dijadikan sebagai sarana untuk peningkatan kualitas pendidikan.

Tilaar (dalam Sam M. Cham dan Tuti T. Sam, 2006), mengatakan bahwa desentralisasi pendidikan merupakan suatu keharusan. Manajemen berbasis sekolah ini telah berhasil mengangkat kondisi dan memecahkan berbagai masalah pendidikan di beberapa negara maju, seperti Australia dan Amerika. Manajemen berbasis sekolah merupakan salah satu upaya mencapai keunggulan Pendidikan dan diharapkan dapat dijadikan landasan dalam pengembangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan, baik secara mikro, meso, maupun makro.

Manajemen berbasis sekolah merupakan paradigma baru yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan (masyarakat) setempat. Pada manajemen berbasis sekolah, sekolah dituntut untuk secara mandiri menggali, mengalokasikan, menentukan prioritas, mengendalikan, dan mempertanggung jawabkan pemberdayaan sumber-sumber, baik kepada masyarakat maupun pemerintah. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu diterapkan prinsip pendidikan berbasis luas (Broad-Based Education) (Depdiknas, 2002).

Kepuasan dipengaruhi oleh banyak faktor dan salah satu diantaranya adalah iklim organisasi. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa para guru bekerja selain untuk mengharapkan imbalan baik material maupun non material namun mereka juga mengharapkan iklim yang sesuai dengan harapan mereka seperti terdapat keterbukaan dalam organisasi, terdapat perhatian, dukungan, penghargaan, pendapatan yang layak dan dirasa adil. Penciptaan iklim yang berorientasi pada prestasi dan mementingkan pekerja dapat memperlancar pencapaian hasil yang diinginkan.

Faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap kepuasan kerja adalah motivasi berprestasi. Hal ini didasarkan atas asumsi bahwa bekerja tanpa motivasi akan cepat bosan, karena tidak adanya unsur pendorong agar semangat kerja tetap stabil. Motivasi merupakan komoditi yang sangat diperlukan oleh semua orang termasuk guru. Motivasi diperlukan untuk menjalankan kehidupan, memimpin sekelompok orang dan mencapai tujuan organisasi. Motivasi berprestasi merupakan dorongan yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri guru untuk melakukan pekerjaan sebaik mungkin sehingga tujuan akan tercapai. Motivasi berprestasi bisa terjadi jika guru mempunyai kebanggan akan keberhasilan.

Tugas mengajar adalah tugas yang membanggakan dan penuh tantangan, sehingga guru-guru seharusnya mempunyai motivasi berprestasi. Guru sebagai tenaga kependidikan profesional harus memiliki persepsi filosofis dan ketanggapan yang bijaksana yang lebih mantap dalam menyikapi dan melaksanakan pekerjaannya. ( Sardiman, 1987: 131). Jadi kompetensi seorang guru sebagai tenaga profesional kependidikan, ditandai dengan serentetan diagnosa, rediagnosa, dan penyesuaian yang terus menerus. Dalam hal ini di samping kecerdasan untuk menentukan langkah, guru harus juga sabar, ulet, dan telaten serta tanggap terhadap setiap kondisi, sehingga di akhir pekerjaannya akan membuahkan suatu hasil yang memuaskan dan dapat memberikan kepuasan kerja.

Tujuan yang ingin dicapai adalah: (a) Mengkaji secara teoritis tentang iklim organisasi. (b) Mengkaji secara teoritis tentang motivasi berprestasi guru. (c) Mengkaji secara teoritis tentang kepuasan kerja guru.

II. PEMBAHASAN

2.1. Iklim Organisasi

Manusia harus menyadari, bahwa dirinya adalah anggota dari satu dunia yang teratur dan mempunyai ketertiban sendiri. Segenap aspek kebudayaan manusia merupakan bentuk tata tertib yang dinamis yang mempunyai hukum-hukum serta otonomi sendiri. Manusia dengan akal budinya dan sebagai mahluk paling cerdas di muka bumi, berusaha mengelola bentuk satu orde yang tertib. Sehubungan dengan ini, manusia modern oleh. Whyte (dalam Kartono, 2006: 7), disebut sebagai organization man, sebab dia selalu sibuk mengorganisir sesuatu. Sedangkan Siagian (1978: 20) menyatakan organisasi adalah setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, dan terikat secara formal dalam satu ikatan hierarki di mana selalu terdapat hubungan antara seorang atau sekelompok orang yang disebut pimpinan dan seorang atau sekelompok orang yang disebut bawahan. Sedarmayanti (2000: 20) mengatakan bahwa, organisasi merupakan kumpulan manusia yang diintegrasikan dalam suatu wadah kerjasama untuk menjamin tercapainya tujuan yang telah ditentukan.

Menurut Robbins, (dalam Wahyudi, 2006: 11) bahwa organisasi pembelajaran (learning organization) mempunyai karakteristik dasar sebagai berikut: (1) Anggota organisasi mengesampingkan cara pikir lama, (2) belajar untuk saling terbuka; (3) Memahami cara kerja organisasi; (4) Menyusun perencanaan, visi yang dapat disepakati dan dipahami semua anggota; (5) Berinteraksi untuk melakukan aksi dalam rangka pencapaian visi organisasi.

Jadi organisasi merupakan sekumpulan orang yang tunduk pada konvensi bersama untuk mengadakan kerja sama dan interaksi guna mencapai tujuan bersama, dalam rangka keterbatasan sumber daya manusia dan sumber materiil. Kelompok-kelompok manusia itu di mana pun juga selalu hidup bersama dan bekerja secara kooperatif di pelbagai bidang kehidupan untuk mencapai tujuan, atau untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu. Anggota kelompok itu mungkin sedikit, mungkin pula banyak sekali jumlahnya dan semuanya perlu diatur secara tertib demi efisiensi kerja, dan demi maksimalisasi pencapaian tujuan. Sehubungan dengan itu, perlu didukung oleh iklim organisasi yang kondusip agar semua orang dapat bekerja maksimal.

Istilah iklim disini merupakan kiasan (metafora), yaitu suatu yang dapat memberikan gambaran yang gamblang pada tingkat kognitif, emosional, perilaku, dan menyatakan suatu bagian tertentu pada tindakan tanpa menetapkan perilaku sebenarnya. (Pace dan Faules, 2002: 1470). Iklim organisasi menggambarkan suatu kiasan bagi iklim fisik. Iklim organisasi mempengaruhi suasana, kinerja, emosional, dan perkembangan organisasi. Redding (dalam Pace dan Faules, 2002: 148) menyatakan bahwa iklim organisasi jauh lebih penting dari pada ketrampilan atau teknik-teknik komunikasi semata-mata dalam menciptakan suatu organisasi yang efektif. Jadi iklim organisasi sangat penting karena mengkaitkan konteks organisasi dengan konsep-konsep, perasaan-perasaan dan harapan-harapan anggota organisasi dan membantu menjelaskan perilaku anggota organisasi. Dengan mengetahui sesuatu tentang iklim suatu organisasi kita dapat memahami lebih baik apa yang mendorong anggota organisasi untuk bersikap dengan cara-cara tertentu.

Iklim tidak dapat disentuh namun ia ada seperti udara dalam ruangan berputar dan berpengaruh terhadap kejadian disuatu organisasi. Membahas tentang iklim organisasi, kita sebenarnya sedang membahas sifat-sifat atau ciri yang dirasa dalam lingkungan kerja dan timbul terutama karena kegiatan organisasi yang dilakukan secara sadar atau tidak, dan yang dianggap mempengaruhi tingkah laku. Dengan kata lain, iklim dapat dipandang sebagai ”kepribadian” organisasi seperti yang dilihat oleh para anggotanya. Iklim organisasi memiliki sifat-sifat yang membuatnya tampak bertumpangtindih dengan konsep budaya. Poole (dalam Pace dan Faules, 2002: 148 ) menjelaskan bahwa, secara keseluruhan tampaknya iklim lebih merupakan sifat budaya dari pada merupakan suatu pengganti budaya. Iklim organisasi yang baik dapat meningkatkan keefektifan organisasi seperti produktivitas, kualitas, kepuasan, dan vitalitas.

Litwin dan Stringers (2004: 13) memberikan dimensi iklim organisasi yang terdiri dari: (1) rasa tanggung jawab; (2) standard atau harapan tentang kualitas pekerjaan; (3) ganjaran atau reward; (4) rasa persaudaraan; dan (5) semangat Tim. Jadi iklim organisasi adalah konsep sistem yang mencerminkan keseluruhan gaya hidup suatu organisasi, apabila gaya hidup itu dapat ditingkatkan, kemungkinan besar tercapai peningkatan prestasi kerja. Dengan demikian iklim organisasi sekolah adalah konsep sistem sekolah yang diwujudkan berdasarkan seperangkat nilai atau norma, kebiasaan yang ditunjang sarana dan prasarana. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan jelas antara iklim dengan kepuasan kerja. Khususnya ditemukan bahwa iklim yang lebih konsultatif, terbuka, dan mementingkan pekerja biasanya dihubungkan dengan sikap kerja yang lebih positif. (Steers, 1980: 114).

Iklim dapat mempengaruhi motivasi, prestasi dan kepuasan kerja, iklim mempengaruhi hal itu dengan membentuk harapan pegawai tentang konsekuensi yang akan timbul dari berbagai tindakan. Para pegawai mengharapkan imbalan, kepuasan, frustasi atas dasar persepsi mereka terhadap iklim organisasi. Iklim organisasi di sekolah bisa bergerak dari yang menyenangkan ke netral, sampai dengan tidak menyenangkan. Tetapi pada umumnya manajer (kepala sekolah), guru dan pegawai menginginkan iklim yang menyenangkan karena menyangkut keuntungan seperti prestasi yang lebih baik, kepuasan kerja dan dapat menimbulkan semangat kerja.

Para pegawai merasa bahwa iklim yang menyenangkan apabila mereka melakukan sesuatu yang bermanfaat dan menimbulkan perasaan berharga. Mereka sering kali menginginkan pekerjaan yang menantang, yang memuaskan secara intrinsik. Kebanyakan pegawai juga menginginkan tanggung jawab dan kesempatan untuk berhasil. Mereka ingin didengarkan dan diperlukan sebagai orang yang bernilai. Para pegawai merasa bahwa organissi benar-benar memperhatikan kebutuhan dan masalah mereka.

Unsur khas yang membentuk iklim yang menyenangkan adalah: (1) kualitas kepemimpinan; (2) kadar kepercayaan; (3) komunikasi, ke atas dan ke bawah; (4) perasaan melakukan pekerjaan yang bermanfaat; (5) tanggung jawab; (6) imbalan yang adil; (7) tekanan pekerjaan yang nalar; (8) kesempatan; (9) pengendalian, struktur, dan birokrasi yang nalar; (10) keterlibatan pegawai, keikutsertaan. (Davis dan Newstrom. 2000: 85).

Variabel pertama yang dianggap mempengaruhi iklim organisasi ditemukan dalam struktur organisasi. Hal ini dapat kita perhatikan pada kenyataannya bahwa makin tinggi ”penstrukturan” atau suatu organisasi (yaitu semakin tinggi tingkat sentralisasi, formalisasi, orientasi pada peraturan, dan seterusnya) lingkungan akan terasa semakin kaku, tertutup, dan penuh ancaman. Dengan demikian makin besar autonomy dan kebebasan menentukan tindakan sendiri yang diberikan kepada individu dan makin banyak perhatian ditujukan kepada pekerjanya, akan makin baik (yaitu terbuka, penuh kepercayaan, bertanggung jawab) iklim kerjanya.(Steers, 1980: 22). Penerapan teknologi yang lebih dinamis akan mengalami kecendrungan kepada komunikasi yang lebih terbuka, kepercayaan, kreativitas, dan penerimaan tanggung jawab pribadi untuk penyelesaian tugas.

Kebijakan dan praktek manajemen juga dapat mempengaruhi iklim organisasi. Para manajer yang memberikan lebih banyak umpan balik, autonomy, dan identitas tugas bawahannya ternyata sangat membantu terciptanya iklim yang berorientasi pada prestasi, dimana para pekerja merasa lebih bertanggung jawab atas pencapaian sasaran organisasi. (Davis dan Neswtroom, 2000: 24). Jadi gaya manajemen pimpinan yang lebih mendukung pekerja dan lebih demokratis dalam keputusan akan mempengaruhi pekerjaan pegawai.

Komitmen organisasi adalah rasa identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi), keterlibatan (kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi), dan loyalitas (keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan) yang dinyatakan oleh seorang pegawai terhadap organisasinya. Komitmen merupakan kondisi dimana pegawai sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai, dan sasaran organisasinya. Komitmen organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan. (Steers, Richard, M. 1980: 80).

Berdasarkan dari beberapa pendapat, hasil penelitian, dan kajian maka dapat ditegaskan bahwa, iklim organisasi sekolah adalah refleksi dari nilai-nilai umum, norma, aturan, sikap tingkah laku, dan perasaan guru terhadap organisasi sekolah. Tanggapan tersebut akibat terjadinya interaksi antara struktur organisasi yang terbuka, standar kinerja yang dinamis, rasa tanggung jawab guru, keterlibatan/keikutsertaan guru dalam organisasi, pengakuan terhadap hasil pekerjaan, gaya manajemen yang mendukung dan konsisten/komitmen dalam mengemban tugas.

2.2. Motivasi Berprestasi

Motif berprestasi yang dimiliki orang-orang yang terlibat dalam suatu organisasi turut menentukan tercapainya tujuan yang telah ditentukan. Motif berprestasi adalah suatu kebutuhan untuk dapat bersaing atau melampaui kecakapan (ability) dan merupakan dorongan dalam diri individu untuk mengatasi segala tantangan dan rintangan dalam upaya mencapai tujuan (Ikhwanuddin, l995: 113). Istilah motif sama dengan kata-kata: motive, motip, dorongan, alasan dan driving foce (Manullang, 2006: 165). Motif tenaga pendorong yang mendorong manusia untuk bertindak atau suatu tenaga di dalam diri manusia, yang menyebabkan manusia bertindak. ”Motives are the why’s of behavior”.

Kata motivasi berasal dari kata Latin ”Movere” yang berarti dorongan atau daya penggerak Selanjutnya diserap dalam bahasa Inggris motivation berarti pemberian motiv, penimbulan motiv atau hal yang menimbulkan dorongan atau keadaan yang menimbulkan dorongan. Motif berprestasi memiliki arti yang sangat penting terhadap penampilan dan tingkah laku seseorang. Adanya motif berprestasi yang tinggi akan tercermin dalam segala gerak-gerik yang ditampilkannya pada waktu melakukan kegiatan. Hal demikian akan tercermin dalam penggunaan waktu yang dimilikinya, pemanfaatan peluang yang ada, tingkat usaha yang dilakukan dan juga dalam intensitas usahanya. Seseorang dikatakan memiliki motif berprestasi yang tinggi jika ia mampu menggunakan waktu untuk memikirkan cara mengerjakan sesuatu yang lebih baik, maupun mengatasi rintangan dalam usaha memperoleh hasil yang lebih baik.

Sardiman (2001: 92) menjelaskan motif diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi motif merupakan daya penggerak dari dalam diri subyek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Sedangkan menurut ahli lain mengatakan bahwa motif diartikan sebagai sebab-sebab yang menjadi dorongan, tindakan seseorang, dasar pemikiran atau pendapat (Daryanto, 1997: 440). Hudoyo (1979: 56) mengatakan bahwa kekuatan pendorong yang ada didalam diri seseorang untuk melakukan aktifitas-aktifitas tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu disebut motif dan segala sesuatu yang berkaitan dengan timbul dan berlangsungnya motif itu disebut motivasi. Pemberian dorongan terhadap motif baik dari dalam maupun dari luar untuk melakukan tindakan guna mencapai tujuan dapat ditumbuh kembangkan. Motif berprestasi merupakan suatu kecendrungan untuk mengusahakan kegiatan tertentu dengan sebaik-baiknya guna mencapai suatu tujuan yang diinginkan.

Ikhwanuddin (1995: 142) memberikan beberapa batasan karakteristik motif berprestasi yang merupakan suatu kekuatan dalam diri seseorang untuk melakukan kegiatan-kegiatan antara lain : (a). Melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya (b). Menyelesaikan sesuatu yang sukar (c). Melakukan sesuatu dengan sukses (d). Mengerjakan dan menyelesaikan tugas-tugas yang memerlukan usaha dan keterampilan (e) Menguasai, memanipulasi dan mengorganisasi obyek-obyek fisik manusia (f). Mengatasi hambatan-hambatan dan mencapai standar yang tinggi.

Hal ini menunjukkan bahwa motif merupakan suatu kekuatan yang berasal dari dalam diri yang harus dibangkitkan untuk menunjang perkembangan kinerja kearah yang lebih baik. Kinerja suatu organisasi akan memberikan hasil yang mengembirakan bila individu (guru-guru) memiliki motif berprestasi, sehingga mampu menggunakan waktunya dengan sebaik-baiknya demi mengerjakan sesuatu yang lebih baik dan mengatasi rintangan yang akan menghambat dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Motif berprestasi merupakan suatu kecendrungan untuk mengusahakan kegiatan tertentu dengan sebaik-baiknya atau lebih dari yang biasa dilakukan guna mencapai cita-cita keunggulan (Sardiman, 2001: 85).

Manullang, (2006: 169) menjelaskan bahwa moril yang tinggi cendrung untuk dihasilkan dalam suatu iklim motivasi yang tinggi dan produktivitas yang tinggi dihasilkan apabila tujuan-tujuan pribadi dan tujuan-tujuan organisasi berpadu dan apabila tujuan-tujuan pribadi tercapai melalui terwujudnya tujuan-tujuan organisasi. Penelitian motivasi yang dilakukan oleh William James dari Universitas Harvard seperti dikutif oleh Manullang, (2006: 169) menunjukkan bahwa karyawan-karyawan bekerja pada tingkat yang mendekati 80 sampai 90 persen dari kesanggupannya jika mendapat motivasi yang tinggi. Oleh karena itu motivasi adalah suatu faktor penentu pokok di dalam tingkat prestasi karyawan dan kemampulabaan perusahaan.

Agar sumber daya manusia dapat digerakkan dalam rangka mencapai tujuan organisasi maka perlu dipahami motivasi mereka dalam bekerja terutama untuk para guru adalah penekanan pada motivasi kerja mereka. Pemberian motivasi kepala sekolah kepada guru maupun motivasi yang timbul dari diri guru sendiri untuk bekerja sambil berprestasi akan mampu mencapai kepuasan kerjanya, tercapai kinerja organisasi yang maksimal dan tercapai tujuan organisasi. Pimpinan perlu melakukan motivasi bawahannya karena: 1) Untuk mengamati dan memahami tingkah laku bawahan; 2) Mencari dan menentukan sebab-sebab tingkah laku bawahan; dan 3) Memperhitungkan, mengawasi, dan mengubah serta mengarahkan tingkah laku bawahan. (Rois Arifin dkk, 2003: 58).

Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan organisasi, (Hasibuan, 1996: 89). Motivasi dapat diartikan sebagai suatu proses psikologi yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Proses psikologi timbul diakibatkan oleh faktor di dalam diri seseorang itu sendiri yang disebut intrinsic dan extrinsic.

Tingkah laku bawahan dalam kehidupan organisasi pada dasarnya berorientasi pada tugas, artinya, bahwa tingkah laku bawahan biasanya didorong oleh keinginan untuk mencapai tujuan harus selalu damai, diawasi, dan diarahkan dalam kerangka pelaksanaan tugas dalam mencapai tujuan organisasi. (Wahjosumidjo, 1984: 50). Helleriegel dan Slocum (dalam Sujak, 1990: 249) mengklasifikasikan tiga faktor utama yang mempengaruhi motivasi meliputi perbedaan karakteristik individu, perbedaan karakteristik pekerjaan, dan perbedaan karakteristik lingkungan kerja atau organisasi.

Menurut Mc. Donald motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya ”feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan (Sardiman 2006: 73). Berdasarkan pendapat tersebut terdapat tiga elemen penting motivasi antara lain: 1) Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada setiap individu manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa perubahan energi di dalam sistem ”neurophysiological” yang ada pada organisme manusia. Karena menyangkut perubahan energi manusia (walaupun motivasi muncul dari dalam diri manusia), penampakannya akan menyangkut kegiatan fisik manusia. 2) Motivasi ditandai dengan munculnya, rasa/”feeling”, afeksi seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia. 3) Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respon dari suatu aksi, yakni tujuan. Motivasi memang muncul dari dalam diri manusia, tetapi kemunculannya karena terangsang/terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan ini akan menyangkut soal kebutuhan.

Sardiman (2006: 84) menjelaskan bahwa motivasi memiliki tiga fungsi antara lain: 1) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan. 2) Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya. 3) Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Disamping ketiga fungsi tersebut motivasi juga memiliki fungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Menurut Herzberg terdapat lima faktor sebagai motivator-motivator yang mendatangkan kepuasan dalam bekerja antara lain keberhasilan pelaksanaan, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, dan pengembangan, Manullang, (2006: 177).

Hasibuan, (1996: 152) menjelaskan bahwa motivasi memiliki beberapa tujuan antara lain: (1) Mendorong gairah dan semangat kerja bawahan, (2) Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan, (3) Meningkatkan produktivitas kerja karyawan, (4) Mempertahankan loyalitas dan kesatabilan karyawan perusahan; (5) Meningkatkan disiplin dan menurunkan tingkat absensi karyawan; (6) Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik; (7) Meningkatkan kreatifitas dan partisipasi karyawan; (8) Meningkatkan kesejahteraan karyawan; (9) Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi harus memusatkan pada faktor-faktor yang menimbulkan atau mendorong aktivitas-aktivitas seseorang, faktor-faktor tersebut mencakup kebutuhan dan motif-motif. Motivasi berorientasi pada proses dan berhubungan dengan pelaku, arah, tujuan, dan balas jasa perilaku yang diterima atas kinerja.

2.3. Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja (job satisfaction) merujuk pada sikap umum seseorang individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap kerja itu, seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu. Kepuasan menggambarkan evaluasi atas suatu keadaan internal afektif, reaksi afektif atas meningkatnya jumlah hasil yang diinginkan guru-guru sebagai hasil pekerjaan mereka. Kepuasan merupakan sebuah konsep yang biasanya berkenaan dengan kenyamanan, kenyamanan memiliki kecendrungan dalam hal ini kadang-kadang meneyebabkan guru lebih menyukai cara-cara pelaksanaan terbaru.

Rivai (2006: 249) mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah penilaian dari pekerja tentang seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya. Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri, dan hubungan sosial individu di luar kerja. (Pace dan Faules, 2002: 162). Hasil penelitian Herzberg dan kawan-kawan menunjukkan bahwa manusia mempunyai dua kumpulan kebutuahn, yakni yang pertama yang berkaitan dengan kepuasan kerja dan yang kedua yang berkaitan dengan ketidak puasan kerja, (Manullang, 2006: 177).

Kepuasan kerja pada dasarnya adalah rasa aman (security feeling) dan mempunyai segi-segi: 1) Segi sosial ekonomi (gaji dan jaminn sosial), 2) Segi sosial psikologis (kesempatahn untuk maju, kesempatan mendapatkan pekerjaan, berhubungan dengan masalah penghargaan, dan berhubungan dengan pergaulan antara karyawan dengan karyawan dan karyawan dengan atasannya. Sementara itu faktor-faktor yang dapat menimbulkan kepuasan kerja seseorang adalah kedudukan, pangkat dan jabatan, masalah umur, jaminan finansial dan jaminan sosial, dan mutu pengawasan.

Dimensi kepuasan kerja memiliki lima karakteristik penting antara lain: (1) Pembayaran: suatu jumlah yang diterima dan keadaan yang dirasakan dari pembayaran; (2) Pekerjaan: sampai sejau mana tugas kerja dianggap menarik dan memberikan kesempatan untuk belajar dan untuk menerima tanggung jawab; (3) Kesempatan promosi: adanya kesempatan untuk maju; (4) Penyelia: kemampuan penyelia untuk memperlihatkan ketertarikan dan perhatian kepada pekerja; (5) Rekan sekerja: sampai sejauh mana rekan sekerja bersahabat, kompeten dan mendukung.

Perkembangan aliran perilaku organisasi ditandai dengan pandangan dan pendapat baru perilaku manusia dan sistem sosial sebagai berikut: (1) unsur manusia adalah faktor kunci penentu sukses atau kegagalan pencapaian organisasi; (2) organisasi harus menciptakan iklim (climater) yang kondusip yang memungkunkan karyawan dapat memenuhi kebutuhan; (3) komitmen dapat dikembangkan melalui partisipasi dan keterlibatan para karyawan; (4) pekerjaan setiap karyawan harus disusun yang memungkinkan dapat mencapai kepuasan diri dari pekerjaan yang dilakukan; (5) pelaksanaan evaluasi didasarkan pada merit sistem sehingga memenuhi rasa keadilan dan memuaskan semua pihak. (Wahyudi, 2006: 13).

Salah satu masalah yang paling serius yang menimpa anggota-nggota organisasi adalah masalah stres. Stres yang berkaitan dengan pekerjaan secara ajeg menunjukkan bahwa stres menimbulkan pengaruh yang merusak dan berbahaya bagi kesehatan jasmani dan rohani pekerja. Heaney dan van Ryn (dalam R. Wayne Pace dan Don F. Faules 2002: 342) menjelaskan bahwa stress okupasional berkaitan dengan efek jangka panjang-pendek seperti kecemasan kerja, ketegangan kerja, dan kepuasan kerja. Ini tentu saja merupakan beban berat bagi kesejahteraan pribadi dan organisasi.

Terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi kepuasan kerja yang biasa terjadi pada dunia kerja/industri, yaitu: (1) Usia. Ketika para pekerja makin bertambah lanjut usianya. Mereka cenderung lebih puas dengan pekerjaannya. Karyawan yang lebih muda cenderung kurang puas karena berpengharapan tinggi, kurang penyesuaian dan berbagai sebab lain; (2) Tingkat pekerjaan. Orang-orang dengan pekerjaan tingkat lebih tinggi cendrung merasa lebih puas dengan pekerjaan mereka. Mereka biasanya memperoleh gaji dan kondisi kerja lebih baik, dan pekerjaan yang dilakukan memberi peluang untuk merasa lebih puas; (3) Ukuran organisasi. Pada saat organisasi semakin besar, ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa kepuasan kerja cendrung agak menurun apabila tidak diambil tindakan perbaikan untuk mengimbangi kecendrungan itu. (Davis dan Neswtroom, 2000: 109).

Dalam dunia pendidikan guru-guru yang sudah berumur memiliki kecedrungan lebih puas dalam bekerja dibanding dengan guru-guru yang masih muda, karena harapan tidaklah setinggi jika dibanding dengan guru-guru yang masih muda. Guru yang mendapat jabatan tambahan, tugas tambahan di sekolah akan lebih puas dalam bekerja dibanding dengan guru-guru yang hanya memperoleh tugas mengajar saja tanpa tambahan tugas/jabatan lain, hal ini disebabkan oleh karena guru yang memperoleh jabatan/tugas tambahan tentu lebih banyak tunjangannya, disamping ia merasa dihargai dan diperlukan dalam organisasi/sekolah. Selanjutnya sekolah-sekolah yang besar dengan jumlah guru yang banyak akan membuat kepuasan kerja guru menjadi kurang, hal ini desebabkan semakin besar organisasi semakin banyak guru akan semakin rumit mengelola organisasi tersebut.

Ketidakpuasan seseorang dalam pekerjaannya dapat disebabkan karena kesalahan dalam mengkomunikasikan keinginan dan adanya kebutuhan serta nilai-nilai kepada orang lain. (Wahyudi, 2006: 35). Pendapat lain mengatakan bahwa kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut: (1) Balas jasa yang adil dan layak; (2) Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian; (3) Berat ringannya pekerjaan; (4) Suasana dan lingkungan pekerjaan; (5) Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan; (6) Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya; (7) Sifat pekerjaan monoton atau tidak. (Malayu S. P. Hasibuan, 2001: 203).

Berdasarkan beberapa pendapat dan kajian diatas maka dapat ditarikl kesimpulan bahwa kepuasan kerja guru adalah rasa senang maupun rasa tidak senang berdasarkan imbalan yang diterima, kondisi kerja, perolehan penghargan, dukungan dari rekansejawat, dan keberhasilan menyelesaikan pekerjaan. Guru-guru yang merasa puas akan pekerjaannya akan memiliki sikap yang positif dengan pekerjaannya, hal ini akan membangkitkan motivasi untuk menyelesaikan pekerjaan sebaik-baiknya. Sebaliknya adanya kemangkiran, hasil kerja yang kurang baik, mengajar kurang bergairah, pencurian, presatasi kerja yang tidak memuaskan, dan perpindahan guru merupakan akibat dari ketidak puasan guru atas perlakuan organissi terhadap dirinya.

III. SIMPULAN

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain:

3.1. Iklim organisasi sekolah adalah refleksi dari nilai-nilai umum, norma, aturan, sikap tingkah laku, dan perasaan guru terhadap organisasi sekolah. Tanggapan tersebut akibat terjadinya interaksi antara struktur organisasi yang terbuka, standar kinerja yang dinamis, rasa tanggung jawab guru, keterlibatan/keikutsertaan guru dalam organisasi, pengakuan terhadap hasil pekerjaan, gaya manajemen yang mendukung dan konsisten/komitmen dalam mengemban tugas.

Iklim organisasi yang sehat akan meningkatkan motivasi berprestasi guru dengan dukungan iklim yang berpihak pada guru, maka guru diharapkan merasa tertantang untuk bekerja yang berorientasi pada prestasi. Iklim yang berorientasi pada prestasi, dimana para pekerja merasa lebih bertanggung jawab atas pencapaian sasaran organisasi.

3.2. Motif berprestasi adalah suatu kebutuhan untuk dapat bersaing atau melampaui kecakapan (ability) dan merupakan dorongan dalam diri individu untuk mengatasi segala tantangan dan rintangan dalam upaya mencapai tujuan. Manajer (kepala sekolah) memegang peranan penting dalam menumbuhkan motivasi guru-guru. Karakteristik motif berprestasi yang merupakan suatu kekuatan dalam diri seseorang untuk melakukan kegiatan-kegiatan.

3.3. Kepuasan kerja adalah penilaian dari pekerja tentang seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya. Kepuasan kerja guru adalah rasa senang maupun rasa tidak senang berdasarkan imbalan yang diterima, kondisi kerja, perolehan penghargan, dukungan dari rekan sejawat, dan keberhasilan menyelesaikan pekerjaan.

Guru-guru yang merasa puas akan pekerjaannya akan memiliki sikap yang positif dengan pekerjaannya, hal ini akan membangkitkan motivasi untuk menyelesaikan pekerjaan sebaik-baiknya. Sebaliknya adanya kemangkiran, hasil kerja yang kurang baik, mengajar kurang bergairah, pencurian, presatasi kerja yang tidak memuaskan, dan perpindahan guru merupakan akibat dari ketidak puasan guru atas perlakuan organissi terhadap dirinya.

3.4. Produktifitas dan tujuan organisasi dapat diwujudkan melalui interaksi antara karakteristik individu yaitu kebutuhan, sikap dan minat yang mengarah pada pencapaian prestasi, karakteristik pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang individu serta karakteristik organisasi yang berpihak pada keberhasilan pekerjaan. Pekerjaan mengajar diharapkan dapat menjadi motivasi pada diri seorang guru untuk menunjukkan hasil pekerjaannya yang berasal dari dalam dirinya. Guru yang memiliki motivasi kuat dalam melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab dan mewujudkan produktivitas yang tinggi, hal ini diharapkan dapat menimbulkan kepuasan kerja.

DAFTAR PUSTAKA

Anomin. (2006). Manajemen Berbasis Sekolah. Direktorat Jendral Manajemen Dikdasmen Departemen Pendidikan Nasional.

Arifin Rois dkk. (2003). Perilaku Organisasi. Malang: Bayu Media.

Daryanto. (1997). Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Surabaya: Apollo.

Davis K. dan Newstrom J. (2000). Perilaku Dalam Organisasi. Jakarta: Erlangga. Depan Kelas. Surabaya: Usaha Nasional.

Gordon Thomas. (1990). Guru Yang Efektif. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.

Hasibuan, S. P. Melayu. (1996). Manajemen Dasar Pengertian dan Masalah. Jakarta: PT Gunung Agung.

Hudoyo, Herman. (1979). Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di Sekolah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Irianto Agus. (2006). Statistik Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Kencna Prenada Media.

Kartono Kartini. (2006). Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Manullang Marihot Amh. (2006). Manajemen Personalia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Muhammad Ami. (1996). Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Nurgiyantoro Burhan, Gunawan, Marzuki. (2002). Statistik Terapan. Yogyakarta: Gadjah Mada Univerity Press.

Pace, R. W dan Faules, D. F. (2002). Komunikasi Organisasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Rivai Veithzal. (2006). Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Riyanto Yatim. (2007). Metodologi Penelitian Pendidikan Kualitatif dan Kuantitatif. Surabaya: Unesa University Press.

Sardiman, A. M. (1987). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sardiman, A. M. (2006). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sedarmayanti, 2000. Restrukturisasi dan Pemberdayaan Organisasi Untuk Menghadapi Dinamika Perubahan Lingkungan. Bandung: Mandar Maju.

Siagian Sondang P. (1978). Filsafat Administrasi. Jakarta: Gunung Agung.

Steers Richard M.. (1980). Efektivitas Organisasi. Jakarta: Erlangga.

Steers, Richard. M. (1980). Efektivitas Organisasi. Jakarta: Erlangga.

Sujak Abi. (1990). Kepemimpinan Manajer. Jakarta: Raja wali Pers.

Surakhmad Winarno. (1986). Interaksi Belajar Mengajar. Bandung: Tarsito.

Tilaar H.A.R,. (1999). Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspekktif Abad 21, Magelang: Tera Indonesia.

Wahjosumidjo. (1984). Kepemimpinan dan Motivasi Jakarta: Ghalia Indonesia.

Wexley, Kenneth N, dan Gary A. Yukl. Organizational Behaviour and Personnel Psychology, Penerjemah Muh. Shobaruddin. (1992). Jakarta: Rineka Cipta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar